Jamarat KH Muchtar Adam





Di ketik ulang tanpa pengurangan apapun, termasuk titik dan koma hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan pemahaman dari buku :

Muchtar Adam.  Tafsir Ayat – Ayat Haji Menuju Baitullah Berbekal AlQuran. Bandung : Al-Bayan Mizan, 1426 H / 2005 M
Hal : 166 – 169 ;  dan dilakukan untuk mempermudah sedikit penambahan wawasan hukum Jamarat yang beresiko tinggi dan terbukti rawan tragedi. ( 25 September 2015 / 11Dzulhijjah 1436 H )


Saat Persiapan menuju prosesi Jumrah 'Aqabah Mina tahun 2011 M




Pada tanggal 10 dzulhijjah jama’ah haji melakukan jumrah ‘Aqabah sebanyak 7 kali.

Jumrah ini dilakukan sesudah terbit Matahari sampai  zuhur. 

Wanita yang lemah,  orang tua yang sakit dan petugas haji boleh melakukan jumrah sesudah fajar sebelum terbit Matahari.

Para Ulama berbeda pendapat  tentang kebolehan  Jumrah  ‘Aqabah sebelum fajar atau sesudah fajar sebelum Matahari terbit sebagai berikut :
1.       Imam Malik, Imam Abu Hanifah Imam Ahmad dan Imam Ishaq berpendapat bahwa :  boleh hukumnya melempar Jumrah ‘Aqabah sesudah fajar sebelum Matahari terbit.  Imam Malik berkata :  “tidak pernah sampai kepada saya keringanan (rukhshah) dari Rasulullah Saw,  yang membolehkan Jumrah sebelum fajar.  Karena itu yang melakukannya wajib mengulang melempar sesudah terbit Matahari“.

2.       Segolongan ulama memberi rukhshah ( keringanan )  dan membolehkan pelaksanaan Jumrah  ‘Aqabah sebelum fajar tetapi sesudah tengah malam.   


Mereka berdalil pada riwayat  Asma’ binti Abu Bakar :  Diriwayatka dari Asma’ binti Abu Bakar bahwa dia melempar jumrah ‘Aqabah pada malam hari (setelah lewat tengah malam) dan berkata ,  “Sesungguhnya kami melaksanakan seperti ini pada zaman Rasulullah Saw.” (dikeluarkan oleh Abu Dawud).    
Pendapat semacam ini juga diriwayatkan oleh Imam  Atha’ ,  Ibn Abi Mulaikah, dan Ikrimah bin Khalid,  bahkan Imam Syafi’i  pun berpendapat demikian,  yaitu :  “Boleh Jumrah ‘Aqabah setelah melewati tengah malam.

3.       Imam Mujadid Al – Nakha’i  ,  dan Al – Tsauri berpendapat tidak boleh Jumrah,  kecuali sesudah Matahari terbit.  Abu Umar mengemukakan bahwa pendapat Al Tsauri dan teman – temannya berdalil pada sunnah Rasulullah Saw.  Yang sangat populer bahwa beliau jumrah sesudah terbit Matahari kemudian berkata :  “Ambillah apa yang saya contohkan untuk manasik kamu.”     Ibnu Al Mundzir berkomentar,  menurut sunnah,  tidak boleh Jumrah kecuali sesudah terbit Matahari.  Jika seseorang melaksanakan sebelumnya, hendaklah ia mengulanginya karena tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw.

JUMRAH  AQABAH  SESUDAH  ZAWAL  DAN  HUKUM  MENINGGALKANNYA
Tafsir atas surat Al Baqarah (2) : 203
Semua ulama sepakat bahwa Jumrah ‘Aqabah harus dilaksanakan sesudah terbit Matahari sampai zuhur.
Inilah waktu yang paling baik.  Akan tetapi jika seseorang karena situasi dan kondisi -  baru dapat melakukan Jumrah ‘Aqabah  sesudah ashar,  sebelum Matahari terbenam.  Para ulama juga sepakat tentang kebolehan jumrah tersebut tanpa harus membayar dam.
Namun terdapat perbedaan pendapat jika Jumrah ‘Aqabah dilakukan sesudah terbenam Matahari  ( malam ) atau besoknya 11 Dzulhijjah.
Imam Malik berpendapat,  pelaku Jumrah ‘Aqabah sesudah Matahari terbenam atau besoknya 11 Dzulhijjah wajib menbayar dam ( 1 ekor domba ).  
Sebab Rasulullah Saw telah menetapkan waktu Jumrah ‘Aqabah itu pada Yaumun  Nahr ( hari kurban 10 Dzulhijjah ). 
Dan, ketika Matahari terbenam waktu untuk jumrah telah habis,  untuk itu wajib membayar dam karena melaksanakan Jumrah di luar waktunya. 
Namun Imam Syafi’i  menolak pendapat ini dan mengatakan tidak perlu membayar dam  sebab Rasulullah Saw telah memberi keringanan kepada seorang Shahabat yang melapor kepada beliau karena tidak bisa melaksanakan Jumrah tepat waktu.
Rasulullah menyampaikan kepadanya :  “Laa Haraja” ( tidak ada kesulitan . . . tidak apa – apa,pen ).  Pendapat ini didukung pula oleh Abu Yusuf dan Muhammad.
Jika seseorang tidak melaksanakan Jumrah baik sebagian maupun keseluruhannya,  ia wajib melaksanakan al hadyu.  Imam Abu Hanifah mengatakan,  “Jika orang yang haji meninggalkan Jumrah secara keseluruhan,  ia wajib membayar dam ;  
Jika meninggalkan satu Jumrah ia wajib memberikan makanan kepada fakir miskin tiap kerikil sebanyak setengah sha’ (enam real) kecuali untuk Jumral ‘Aqabah,  yakni wajib membayar dam  (seekor domba).
Imam Al Auzai berpendapat bahwa tiap satu kerikil yang ditinggalkan  harus diganti dengan memberi makan kepada fakir miskin.
Sedangkan Imam Al – Laits berpendapat,  setiap satu kerikil harus diganti dengan dam (satu ekor domba).
Demikian juga salah satu pendapat (qaul) Imam Syafi’i .  akan tetapi yang masyhur adalah setiap satu kerikil harus diganti dengan memberi makan kepada fakir miskin. (p. 166 - 169)

Muchtar Adam.  Tafsir Ayat – Ayat Haji Menuju Baitullah Berbekal AlQuran. Bandung : Al-Bayan Mizan, 1426 H / 2005 M



Belum ada Komentar untuk "Jamarat KH Muchtar Adam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel